Sebuah review singkat saya atas film Indonesia tahun 2018 yang paling berhasil menarik perhatian saya. 27 Steps of May memaksa saya untuk menyaksikannya beberapa kali. Dua tokoh utamanya, Lukman Sardi dan Raihaanun, berhasil mengorak-ngorek isi kepala dan perasaan saya.

I

Saya melangkah ke luar dari bioskop di Blok M Square dengan gamang malam itu. Di sekeliling saya, beberapa remaja perempuan yang kemungkinan besar masih duduk di bangku SMP pun melangkah. Kebanyakan dari mereka mengenakan jilbab. Mereka cekikian, persis seperti yang mereka lakukan beberapa kali di sela-sela pemutaran film tadi.

Sumber Gambar: http://movfreak.blogspot.com/

Saya tetap gamang. Lantai lima Blok M Square sudah sepi. Saya menonton 27 Steps of May pada jam pemutaran terakhir malam itu. Aparat keamanan gedung mengarahkan untuk menggunakan lift dan langsung ke lantai UG. Remaja perempuan tadi sudah ada dalam lift. Saya masuk dan menjadi minoritas—orang dewasa dan laki-laki. Kegamangan masih menghinggapi saya. “UG ya,” ucap saya membungkus gamang. “Iya. Udah, Om,” jawab salah satu di antaranya. Kegamangan terus menghinggapi saya. Saya berpura-pura sibuk dengan ponsel saya.

Lift tiba di lantai yang saya tuju. Kegamangan ini mestinya saya sudahi segera. Atau minimal, mengurangi bobotnya. Sebelum pintu lift terbuka, saya membuka suara, “Emang pada kuat ya nonton film yang tadi?” Tentu saja saya merujuk pada kisah berdurasi hampir dua jam besutan Ravi Bharwani itu. “Kuat aja, Om,” jawab beberapa di antaranya. “Oh ya? Gua hampir nggak kuat,” balas saya. Saya meraba kantong kanan celana, bungkus rokok tak lagi di sana. Rokok habis. Kegamangan ini perlu ditemani rokok.


Baca lebih lanjut review ini di CINEMAPOETICA.

Please follow and like us:

Post Comment

RSS
Instagram