Apa yang kita tahu tentang 28 Oktober sebagai warga Indonesia khususnya kaum muda Indonesia tentu saja adalah Hari Sumpah Pemuda. Kita pun tentu mengingat betul—meski pun barangkali tidak semuanya kita hafal—tiga rumusan Sumpah Pemuda itu; tanah air Indonesia, bangsa Indonesia dan Bahasa Indonesia. Bagi kita barangkali rumusan itu tampak sederhana. Akan tetapi, sesederhana-sederhananya, ia merupakan sebuah rumusan yang lahir dari pergelutan menuju kemerdekaan yang sudah berlangsung lama. Di dalam konteks perjuangan pemuda, setidaknya pergelutan itu sudah dimulai sejak 1908, tahun ketika organisasi bernama Budi Utomo berdiri. Tanggal berdirinya organisasi itu hingga sekarang kita kenang sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Perjuangan para pemuda itu mencapai tonggak pentingnya pada tanggal 28 Oktober 1928, tepatnya hari minggu, di sebuah gedung yang sekarang kita kenal dengan Museum Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya No.106, Kwitang, Jakarta Pusat. Ketika itu, tengah diadakan sebuah Kongres Pemuda II. Kongres ini merupakan kelanjutan dari Kongres I yang terjadi pada 1926. Kongres Pemuda II ini menghadirkan tidak kurang dari 70 orang pemuda sebagai peserta kongres.

Berikut, nama pengurus dan peserta Kongres Pemuda II tersebut:

Ketua: Soegondo Djojopuspito (PPPI)
Wakil ketua: R.M Djoko Marsaid (Jong Java)
Sekretaris: Mohamad Jamin (Jong Sumateranen Bond)
Bendahara: Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond)
Pembantu I: Djohan Mohammad Tjai (Jong Islamieten Bond)
Pembantu II: R. Katja Soengkana (Pemoeda Indonesia)
Pembantu III: Senduk (Jong Celebes)
Pembantu IV: Johanes Leimena (Jong Ambon)
Pembantu V: Rochjani Soe’oed (Pemoeda Kaum Betawi)

Peserta: Abdul Muthalib Sangadji, Bahder Djohan, Soekmono, Mohammad Nazif, Purnama Wulan, S.M Kartosoewirjo, Joesoepadi, Sujono (volksraad), Abdul Rachman, Dali, Soekowati (volksraad), Mohammad Roem, Raden Soeharto, Setiawan, Jos Masdani, Sulaeman, Abu Hanifah, Darsa, Soemanag, Mohammad Tabrani, Raden Soekamso, Sigit, Kadir, Suwarni, Adnan Kapau Gani, Dien Pantouw, Soemarto, Mohammad Tanzil, Ramelan, Siti Sundari, Karto Menggolo, Tjahija, Amir, Djuanda, Soenario, Muhidin, Saerun, Sjahpuddin Latif, Kasman Singodimedjo, Van Der Plaas (pemerintah Belanda), Anta Permana, Dr. Pijper, Soerjadi, Mukarno, Sahardjo, Sjahrial, Koentjoro Poerbopranoto, Muwardi, Sarbini, Soejono Djoenoed Poeponegoro, Martakusuma, WR Soepratman, Arnold Manohutu, Halim, Soewirjo, Nona Tumbel, Sarmidi, R.M Djoko Marsaid, Masmoen Rasid, Suhara, Sarmidi Mangunsarkoro, Hamami, Soeworo, Jo Tumbuhan, Assaat, Soekamto, Mohamad Ali Hanafiah, dan Sartono.

Dari nama-nama di atas, banyak darinya lantas menjadi para pemimpin perjuangan bangsa kita hingga kita mengenal nama-nama mereka dalam sejarah. Tentu tidak semuanya. Ada pula yang tidak. Salah satu nama penting yang muncul di sana adalah WR Soepratman yang kita kenal sebagai penggubah lagu kebangsaan kita, Indonesia Raya. Namun, siapakah yang berjasah sungguh merumuskan naskah Sumpah Pemuda?

Sentuhan Jamin

Kemunculan naskah Sumpah Pemuda tidak bisa lepas dari sosok bernama Mohamad Jamin yang pada Kongres Pemuda II duduk sebagai sekretaris kongres. Tepatnya hari Minggu malam tanggal 28 Oktober 1928. Menurut Hans van Miert di dalam bukunya, Dengan Semangat Berkobar: Nasionalisme dan Gerakan Pemuda di Indonesia, 1918-1930, tidak kurang dari 1.000 orang memadati Indonesische Clubgebouw kala itu. PPPI, Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia, adalah organisasi penggerak utama Kongres Pemuda II ini. Hal ini ditunjukkan dengan duduknya tiga anggota mereka di dalam pimpinan kongres yakni sebagai ketua, sekretaris, dan bendahara.

Pada malam pembuka kongres, Mohamad Jamin tampil memberikan pidato yang berapi-api. Demikian Jamin sebagaimana dikutip oleh van Miert, “Bagi kita, pemuda Indonesia, bukan masalah keyakinan, bukan masalah benar atau tidak benar. Persatuan Indonesia adalah masalah yang berakar dalam di dalam diri kita masing-masing, suatu masalah perasaan yang membangunkan kesadaran kita yang paling dalam. Mau atau tidak kita semua tergolong bangsa Indonesia, mau atau tidak di dalam tubuh kita mengalir darah Indonesia.

Dari pidato pembukaan Kongres Pemuda II ini, sudah tampaklah pada kita semangat untuk mempersatukan Indonesia. Perlu diketahui bahwa ketika Kongres Pemuda II ini pun pada organisasi kepemudaan, mahasiswa, mau pun pelajar Indonesia masih terbagi-bagi berdasarkan kedaerahan maupun keagamaan. Misalkan saja ada Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Jong Islamieten Bond, Pemuda Indonesia, Jong Celebes, Jong Ambon, dan Katholikee Jongelingen Bond. Maka bisa dikatakan bahwa pidato Mohamad Jamin ini sendiri menunjukkan arah baru di dalam perjuangan pemuda.

Mohamad Yamin | Sumber: https://id.pinterest.com/pin/700380179530152688/

Selama dua hari itu, Kongres Pemuda II diadakan dua hari yakni pada 27 – 28 Oktober 1928, selaku sekretaris kongres Jamin meresapi dan mendalami segala perbincangan yang ada. Ia juga mendengarkan begitu khidmat permainan biola WR Soepratman yang melantumkan nada-nada Indonesia Raya. Maka, ketika malam terkahir kongres, setelah WR Soepratman tampil, tampillah Soenarjo untuk berpidato. Ketika Soenarjo tengah berpidato, dari belakang kursi pengurus kongres, Jamin menyodorkan sepucuk surat kepada ketua kongres, Soegondo. Sebagai sekretaris kongres, Jamin memang bertugas untuk menyusun semacam rumusan resolusi kongres. Dari pelbagai sumber, Hans van Miert (2003) menggambarkan suasana itu di dalam bukunya sebagai berikut,

Surat itu memuat versi resolusi yang sudah dirombak yang harus dipakai untuk menutup kongres. Soegondo membaca surat itu, memandang ke arah Jamin yang tersenyum manis, membubuhkan parapnya, dan menyodorkannya kepada Amir Sjarifoeddin. Amir berbuat serupa, dan sesudah dia menyusul para anggota komite kongres yang lain. Demikianlah lahir resolusi itu. Resolusi kiranya merupakan mantra kolektif gerakan nasionalis itu:
‘Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah yang satoe, tanah Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa yang satoe, bangsa Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng Bahasa persatoean, Bahasa Indonesia.’” 

Resolusi inilah yang belakangan dikenal sebagai rumusan Sumpah Pemuda. Jadi, istilah yang disematkan kepada resolusi itu sebagai Sumpah Pemuda bukanlah istilah yang dipakai pada 28 Oktober 1928 itu. Kala itu, ia hanya dikenal sebagai resolusi kongres. Bahkan, pada 1955 pun, Mohamad Jamin di dalam bukunya Sumpah Indonesia Raja (1955) masih menyebutnya sebagai Sumpah Yang Tiga. Sumpah Yang Tiga ini merupakan bagian dari Sumpah Indonesia Raya. Bagian yang lainnya termakhtub di dalam syair-syari lagu Indonesia Raya Tiga Stanza. Agaknya, penggunaan istilah Sumpah Pemuda untuk tiga ikrar di atas baru mulai terjadi pada 1959, ketika Presiden Sukarno menetapkan tanggal 28 Oktober sebagai Hari Sumpah Pemuda melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959.***


*Catatan: Sepertinya dipublikasikan di Majalah Indonesiana. Saya lupa edisi mana.

Please follow and like us:

Post Comment

RSS
Instagram