Saya sebetulnya sejak 2011 kalau tak salah ingat, menjalani sebuah profesi yang menyenangkan nan menarik yakni; Pemungut Arsip. Pekerjaan nan mulia ini saya dapatkan berkat seorang kawan yang tak kalah mulia yakni Sulaiman ‘Cesar Saputra Sekarlangit’ Harahap. Beliau bukan sekadar Pemulung Arsip. Beliau punya apa yang disebut dengan ‘Indra Keenam Arsip’ atau ‘Insting Sumber Arsip’. Hal ini tidak begitu saja didapatkan oleh beliau. Ini menjadi milik beliau yang berharga lantaran sejak masih anak ingusan yang gemar dengan lagu-lagu picisan Dewa 19, Sulaiman Harahap yang kerap kami sapa dengan Su tetapi kalau mengetik sms atau wa kami ketik dengan Soe biar tampak keren ini, sudah memulai pekerjaan demikian itu. Sebut saja buku memoar Tjamboek Berdoeri yang bertajuk Menjadi Tjamboek Berdoeri itu; jika kawan-kawan lihat dengan saksama di kolofonnya, akan bertemulah kawan-kawan dengan nama Sulaiman Harahap sebagai periset. Begitu juga buku Prof. A. B. Lapian; beliaulah salah satu perisetnya. Nah, cukuplah perihal Sulaiman Harahap ini.
Pada suatu saat di tahun 2017, Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid, melalui Direktorat Sejarah kala itu, menugaskan saya dan Sulaiman Harahap untuk semacam mengumpulkan naskah-naskah asli publikasi karya Ki Hadjar Dewantara. Beliau merasa bahwa belum ada pengumpulan karya Ki Hadjar Dewantara yang selengkap. Memang, sudah ada dua buku kumpulan tulisan Ki Hadjar Dewantara yakni Karya Ki Hadjar Dewantara: Bagian Pertama – Pendidikan dan Karya Ki Hadjar Dewantara: Bagian Kedua – Kebudayaan. Namun sebagaimana para pembaca karya itu dan para pemerhati Ki Hadjar Dewantara tahu secara pasti bahwa kedua buku itu belumlah memuat semua karya beliau. Tentu saja, kita tak perlu panjang lebar di sini soal betapa minimnya penghormatan bangsa kita pada pahlawannya sendiri dan pemikirnya sendiri sehingga buku yang demikian itu belum tersedia dan tentulah kita pun tak perlu panjang lebar perihal begitulah memang keadaan pengarsipan di negeri kita ini.
Maka terjadilah; kami berdua melanglang buana, sebagaimana sering kami lakukan juga, dari satu perpustakaan ke perpustakaan lainnya, dari satu pintu lembaga arsip ke pintu lembaga arsip lainnya, dari satu lapak pedagang buku langka ke lapak pedagang buku langka lainnya, dari satu kota ke kota lainnya, dan dari satu bla bla ke bla bla yang lainnya. Tentu saja tidak selalu membahagiakan melanglang buana bersama Sulaiman Harahap ini. Kami menemukan banyak sekali kesulitan, dari diusir di depan pintu hingga salah makan sampai keracunan, di dalam pencarian itu. Tetapi, jika saya menuliskan semuanya di sini, Anda, sidang pembaca yang terhormat, akan menemukan sebuah kisah petualangan yang penuh duka lara.
Kami mengunjungi tiga kota untuk pencarian itu demi melengkapi hasil yag ditemukan melalui pencarian daring mau pun beberapa lembaga arsip dan perpustakaan di Jakarta. Tiga kota itu adalah Yogyakarta, Bandung, dan Solo. Hasil kerja kami itu tentu saja bisa sidang pembaca akses di tautan Karya-karya Ki Hadjar Dewantara ini.
Saya baru sadar bahwa 2 Mei sudah hampir lewat. Oleh karena itu saya buru-buru menurunkannya di sini. Oh ya. Salah satu hasil kerja kami kala itu adalah terbitnya buku yang sampulnya ada di bawah ini.











